OJK Berikan Relaksasi Buyback Saham Tanpa RUPS, Apa Dampaknya bagi Pasar?

Sumber Foto : Freepik

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah strategis dengan mengizinkan emiten melakukan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Keputusan ini dibuat untuk merespons tekanan pasar yang menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hampir 7 persen dalam beberapa waktu terakhir.

Langkah ini memberi fleksibilitas bagi perusahaan terbuka dalam mengelola harga saham tanpa terhambat prosedur administratif yang panjang. Pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi menilai kebijakan ini menghindarkan keterlambatan dalam buyback yang sebelumnya sering terjadi karena harus menunggu RUPS.

“Jika harus menunggu RUPS, perusahaan bisa kehilangan momentum buyback saat harga saham turun. Dengan kebijakan ini, emiten bisa segera bertindak menahan kejatuhan harga saham dan menjaga stabilitas pasar,” ujar Ibrahim.

Keuntungan dan Kerugian Buyback Tanpa RUPS

Kebijakan buyback saham ini memiliki sisi positif dan negatif. Emiten diuntungkan karena bisa membeli kembali saham dengan harga lebih rendah, yang dalam jangka panjang meningkatkan nilai perusahaan. Namun, investor ritel berpotensi dirugikan karena harga saham mereka tetap rendah saat buyback dilakukan.

“Buyback ini menguntungkan perusahaan, terutama manajemennya, karena mereka bisa membeli kembali saham di harga lebih murah. Namun, investor ritel mungkin merasa dirugikan karena nilai saham mereka bisa tetap rendah saat aksi buyback berlangsung,” kata Ibrahim.

Meski begitu, transparansi dalam pelaksanaan buyback tetap penting untuk menjaga kepercayaan investor. Dengan meningkatnya permintaan akibat buyback, harga saham bisa kembali stabil dalam jangka menengah hingga panjang.

Buyback sebagai Sinyal Positif bagi Pasar

Pengamat pasar modal Hendra Wardana menilai kebijakan ini sebagai langkah positif yang membantu pemulihan IHSG. Menurutnya, buyback sering menjadi sinyal bahwa perusahaan menilai saham mereka undervalued dan memiliki fundamental bisnis yang kuat.

“IHSG mulai menunjukkan tanda-tanda rebound seiring implementasi kebijakan ini. Buyback saham memberi keleluasaan bagi perusahaan merespons tekanan pasar dan meningkatkan kepercayaan investor,” ujar Hendra.

Ia menjelaskan bahwa buyback bisa meredam tekanan jual, mengurangi volatilitas, dan berpotensi mendorong kenaikan harga saham karena jumlah saham yang beredar di pasar berkurang.

Faktor Lain yang Mempengaruhi IHSG

Selain kebijakan buyback, keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang segera diumumkan juga menjadi faktor penting dalam pergerakan pasar. Jika BI mempertahankan suku bunga, stabilitas pasar tetap terjaga. Namun, jika BI menurunkan suku bunga, dampaknya bisa lebih positif, terutama bagi sektor properti dan perbankan yang sensitif terhadap kebijakan moneter.

Sebelumnya, OJK menetapkan pasar dalam kondisi “berfluktuasi secara signifikan” sesuai Pasal 2 huruf g Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023. Penetapan ini dibuat setelah IHSG mengalami tekanan besar sejak 19 September 2024, dengan penurunan sebesar 1.682 poin atau 21,28 persen hingga 18 Maret 2025.

Sebagai tindak lanjut, OJK secara resmi mengumumkan kebijakan buyback saham tanpa RUPS kepada direksi perusahaan terbuka pada 18 Maret 2025, yang berlaku selama enam bulan ke depan. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan meningkatkan kepercayaan investor serta mengurangi tekanan pasar di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Buyback tanpa RUPS memberi fleksibilitas bagi emiten dalam menjaga stabilitas harga saham saat volatilitas tinggi. Kebijakan serupa pernah diterapkan sebelumnya dan terbukti efektif dalam menjaga stabilitas harga saham di pasar modal,” ujar Inarno.

Baca artikel seru lainnya di sini!


Sumber : cnnindonesia.com

Share it :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *