Minat terhadap fashion bekas semakin meningkat, terutama di kalangan anak muda. Tahun lalu, sebanyak 68% generasi muda membeli pakaian secondhand, meningkat pesat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Platform seperti Vinted, Depop, ThredUp, dan eBay turut berperan besar dalam mempercepat pertumbuhan ini.
Sebagai bentuk inovasi, platform resale mulai memperluas kehadirannya ke dunia offline. Vinted, misalnya, membuka pop-up store pertama di London yang menampilkan koleksi pilihan dari para influencer ternama seperti Susie Lau dan Victoria Magrath. Tidak hanya itu, ritel besar seperti Primark dan Selfridges kini mulai menyediakan area khusus untuk koleksi vintage.
Teknologi AI Permudah Konsumen Mencari Barang Preloved
Tren pembelian pakaian bekas atau preloved semakin populer, didorong oleh kemajuan kecerdasan buatan (AI) yang mempermudah pengalaman belanja. Laporan terbaru dari GlobalData yang dikutip oleh ThredUp mengungkapkan bahwa penjualan fashion bekas secara global meningkat 15% pada tahun lalu, tumbuh empat kali lebih cepat dibandingkan pasar fashion secara keseluruhan.
Saat ini, pakaian secondhand menyumbang nilai pasar sebesar $227 miliar atau sekitar 9% dari total penjualan fashion dunia. Dalam lima tahun terakhir, angka ini mengalami lonjakan yang signifikan, menggerus pangsa pasar ritel fashion konvensional.
Pertumbuhan penjualan diproyeksikan terus meningkat hingga 11% tahun ini. Peran AI dalam industri ini semakin besar, terutama dengan hadirnya fitur pencarian berbasis gambar yang memungkinkan pembeli menemukan barang bekas hanya dengan mengunggah foto pakaian yang diinginkan, misalnya dari gaya selebriti.
James Reinhart, CEO ThredUp, mengatakan bahwa 2025 akan menjadi tahun emas bagi pasar fashion bekas, terutama karena tekanan ekonomi yang mendorong konsumen mencari alternatif belanja yang lebih hemat.
“Dengan ketidakpastian ekonomi yang meningkat, konsumen semakin mengutamakan nilai. Teknologi baru yang mengintegrasikan AI akan membuat pengalaman belanja pakaian bekas jauh lebih menarik dibandingkan membeli baru,” ujar Reinhart.
Tantangan: Persaingan dengan Ritel Cepat Seperti Shein dan Temu
Meski mengalami pertumbuhan yang pesat, penjualan pakaian bekas belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi. Reinhart mengakui bahwa ekspansi besar-besaran dari ritel cepat seperti Shein dan Temu sedikit menghambat laju pertumbuhan pasar fashion bekas. Konsumen yang menginginkan produk fashion dengan harga murah dan model terbaru masih cenderung memilih platform fast fashion dibandingkan preloved.
Namun, ada harapan baru bagi industri ini. Perubahan regulasi di AS dan Eropa yang membatasi impor langsung dari ritel luar negeri tanpa pajak dapat mengurangi dominasi pemain seperti Shein dan Temu, yang pada akhirnya memberi ruang lebih bagi pasar fashion bekas untuk berkembang.
Kinerja Keuangan Perusahaan Resale: Tantangan dan Harapan
Di tengah pertumbuhan pasar, berbagai platform resale menunjukkan kinerja finansial yang beragam. ThredUp sendiri mengalami kenaikan penjualan hanya sebesar 1% pada tahun lalu dengan total pendapatan $260 juta, namun masih mencatat kerugian operasional sebesar $40 juta.
Sementara itu, pesaingnya, Depop, mencatat pertumbuhan penjualan 31% menjadi £71,3 juta pada 2023 dengan penurunan kerugian lebih dari 25%. Platform Vinted bahkan mencatat peningkatan pendapatan 61% hingga hampir €600 juta, menjadikannya perusahaan resale yang akhirnya mencetak laba untuk pertama kalinya.
Reinhart tetap optimis dengan masa depan industri fashion bekas. “Narasi bahwa resale tidak dapat menghasilkan keuntungan sudah ketinggalan zaman. Dengan adopsi teknologi dan peningkatan minat konsumen, industri ini akan terus berkembang dan semakin menguntungkan,” pungkasnya.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : The Guardian