PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berhasil membukukan pendapatan usaha konsolidasi sebesar US$3,42 miliar atau setara Rp56,55 triliun sepanjang tahun 2024. Capaian ini menunjukkan peningkatan 16,34 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$2,94 miliar atau sekitar Rp48,61 triliun.
Namun, meski pendapatan naik, maskapai pelat merah ini masih mencatat kerugian bersih sebesar US$69,78 juta atau sekitar Rp1,15 triliun (mengacu pada kurs Rp16.536 per dolar AS).
Tantangan Eksternal dan Beban Operasional
Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, menyampaikan bahwa kinerja keuangan perusahaan masih menghadapi tekanan dari sejumlah faktor eksternal. Ia menyoroti tantangan global seperti isu rantai pasokan, fluktuasi nilai tukar, situasi geopolitik, serta persaingan yang semakin sengit di industri penerbangan sebagai penyebab utama tekanan terhadap profitabilitas perusahaan.
Salah satu faktor signifikan yang memengaruhi kerugian adalah kenaikan beban operasional, yang naik 18,32 persen sepanjang 2024. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya perawatan pesawat, termasuk proses overhaul yang bersifat menyeluruh dan rutin.
Selain itu, pendapatan lain-lain bersih perusahaan mengalami penurunan drastis hingga 77,39 persen dibandingkan 2023. Hal ini terjadi karena pada tahun lalu, Garuda memperoleh keuntungan dari restrukturisasi anak usaha dan penghapusan obligasi, sementara transaksi serupa tidak terulang pada 2024. Ditambah lagi, pembalikan penurunan nilai aset (impairment asset) lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Performa Operasional Meningkat
Meski secara keuangan masih mencatat kerugian, dari sisi operasional Garuda Indonesia menunjukkan tren positif. Jumlah penumpang Garuda Indonesia Group naik 18,54 persen menjadi 23,67 juta penumpang. Rinciannya, sebanyak 11,39 juta berasal dari maskapai utama Garuda Indonesia dan 12,28 juta dari Citilink.
Frekuensi penerbangan juga mengalami peningkatan sebesar 12,21 persen menjadi 163.271 penerbangan, dibandingkan 145.500 penerbangan di tahun sebelumnya.
Menyesuaikan dengan peningkatan permintaan, Garuda menargetkan untuk mengoperasikan 100 armada hingga akhir 2025. Langkah ini dilakukan secara bertahap dengan tetap memperhatikan prinsip tata kelola perusahaan, kondisi pasar, dan ketersediaan rantai pasok. Hingga kuartal I-2025, dua unit Boeing 737-800NG (PK-GUF dan PK-GUG) telah didatangkan, dengan dua pesawat tambahan (PK-GUH dan PK-GUI) dijadwalkan bergabung pada kuartal II-2025 setelah melalui proses perawatan.
Kontribusi Bisnis dan Anak Usaha
Pertumbuhan pendapatan juga tercermin dari peningkatan pada berbagai lini bisnis. Pendapatan dari penerbangan berjadwal naik 15,32 persen menjadi US$2,7 miliar (Rp45,31 triliun), didorong oleh peningkatan pendapatan angkutan penumpang sebesar 13,95 persen menjadi US$2,5 miliar dan pendapatan kargo sebesar US$164,7 juta.
Sementara itu, penerbangan tidak berjadwal mencatat kenaikan pendapatan 15,87 persen menjadi US$333,7 juta (Rp5,51 triliun). Kenaikan signifikan terjadi pada layanan charter, yang melonjak 101,06 persen menjadi US$106,27 juta atau sekitar Rp1,75 triliun.
Lini bisnis lainnya juga mengalami pertumbuhan, dengan peningkatan 25,79 persen menjadi US$340,37 juta (Rp5,62 triliun). Anak perusahaan seperti GMF AeroAsia dan Aerowisata turut berkontribusi, masing-masing dengan pendapatan dari layanan perawatan pesawat sebesar US$102,71 juta dan dari jasa biro perjalanan sebesar US$40,96 juta.
Kinerja Kargo Semakin Kuat
Volume angkutan kargo secara keseluruhan meningkat 34,27 persen menjadi 229,51 ribu ton. Garuda Indonesia mencatat peningkatan angkutan kargo sebesar 35,65 persen menjadi 143,12 ribu ton, yang terdiri dari kenaikan kargo domestik 26,31 persen dan lonjakan kargo internasional hingga 50,30 persen.
Citilink juga mengalami pertumbuhan volume kargo sebesar 32,03 persen menjadi 86,39 ribu ton.
Garuda optimistis strategi optimalisasi armada yang diiringi dukungan pemerintah serta proyeksi peningkatan jumlah penumpang global hingga mencapai 9,9 miliar dapat menjadi fondasi pertumbuhan berkelanjutan perusahaan di tahun 2025.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : cnnindonesia.com