Krisis iklim tak lagi sekadar isu lingkungan. Kini, ancaman tersebut mulai mengguncang fondasi sistem keuangan global. Allianz SE, salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia, memperingatkan bahwa dampak ekstrem dari perubahan iklim dapat menghancurkan kapitalisme itu sendiri.
Günther Thallinger, anggota dewan Allianz dan ketua dewan investasi perusahaan tersebut, menegaskan bahwa dunia tengah mendekati ambang suhu yang membuat industri asuransi tidak lagi mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai risiko iklim. Ketika asuransi tak tersedia, layanan keuangan lain seperti hipotek dan investasi ikut lumpuh.
Industri Asuransi Sudah Kewalahan Menanggung Risiko
Menurut Thallinger, saat suhu global naik antara 2,2°C hingga 3,4°C—seperti yang diperkirakan berdasarkan kebijakan saat ini—kerusakan yang timbul akan terlalu besar untuk ditanggung negara, apalagi sektor swasta. Di titik ini, upaya adaptasi pun tak lagi mencukupi.
Industri asuransi yang selama ini dikenal andal dalam manajemen risiko sudah lama menyadari bahaya pemanasan global. Data dari Aviva menunjukkan bahwa kerugian akibat cuaca ekstrem selama dekade terakhir mencapai USD 2 triliun, sementara GallagherRE mencatat kerugian sebesar USD 400 miliar hanya dalam tahun 2024. Zurich Insurance bahkan menyatakan bahwa mencapai net zero pada 2050 adalah hal yang sangat penting.
Dunia Keuangan Terancam Lumpuh
Thallinger menyebut bahwa kita sebenarnya sudah memiliki teknologi untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi nol emisi. Namun, yang kurang adalah kecepatan dan skala penerapannya. Tanpa perubahan cepat, pasar dan sistem keuangan tidak akan mampu bertahan.
“Panas dan air merusak aset. Rumah yang terendam banjir kehilangan nilainya. Kota yang terlalu panas tidak layak huni. Kelas aset pun kehilangan nilai dalam waktu nyata,” ujar Thallinger dalam unggahan LinkedIn-nya. Ia menekankan bahwa pada tingkat pemanasan 1,5°C hingga 3°C, banyak wilayah akan menjadi tidak dapat diasuransikan lagi.
Realitas tersebut telah terjadi. Beberapa perusahaan asuransi sudah menghentikan layanan mereka di California akibat meningkatnya risiko kebakaran hutan. Ini memicu risiko sistemik yang dapat menggoyang fondasi sektor keuangan secara keseluruhan. Tanpa asuransi, tidak akan ada kredit, tidak ada pembangunan properti baru, dan tidak ada investasi jangka panjang.
Adaptasi Iklim Tak Lagi Cukup
Ketika berbagai bencana besar terjadi dalam waktu berdekatan—seperti diprediksi banyak model iklim—tidak ada negara yang mampu membayar biaya pemulihannya. Contohnya, belanja pemulihan bencana di Australia meningkat tujuh kali lipat antara 2017 hingga 2023.
Thallinger juga menyoroti bahwa gagasan bahwa miliaran orang bisa beradaptasi terhadap dampak iklim ekstrem adalah ilusi belaka. “Tak ada cara untuk beradaptasi dengan suhu yang melampaui batas toleransi manusia. Kota-kota yang dibangun di dataran banjir tak bisa begitu saja dipindahkan ke tempat lebih tinggi,” ungkapnya.
Jika suhu mencapai 3°C, Thallinger menegaskan bahwa kerusakan tidak bisa lagi diasuransikan, tak bisa ditanggung pemerintah, dan tak bisa diatasi. Akibatnya, stabilitas keuangan hancur, dan kapitalisme seperti yang kita kenal pun runtuh.
Solusi: Tekan Emisi atau Gagal Total
Solusi satu-satunya, menurutnya, adalah menghentikan pembakaran bahan bakar fosil atau menangkap emisinya. Segala hal di luar itu hanyalah penundaan dan pengalihan isu. Dunia usaha harus menjadikan tujuan keberlanjutan sejajar dengan tujuan keuangan mereka.
Sayangnya, banyak institusi keuangan justru mundur dari agenda iklim, terutama setelah terpilihnya kembali Presiden AS Donald Trump yang menyebut aksi iklim sebagai “penipuan hijau.” Padahal, seperti yang dikatakan Thallinger pada Februari lalu, “Biaya dari tidak bertindak jauh lebih besar dibandingkan biaya untuk bertransformasi. Jika transisi berhasil, kita akan memiliki ekonomi yang lebih efisien, lebih kompetitif, dan kualitas hidup yang lebih tinggi.”
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : theguardian.com