Presiden Donald Trump memberlakukan tarif baru yang memicu kekhawatiran di Eropa. Kebijakan ini berpotensi merusak kesepakatan dagang pasca-Brexit yang mencakup perdagangan Irlandia Utara.
Trump menerapkan tarif dua tingkat untuk pulau Irlandia: 20% untuk ekspor dari Republik Irlandia, dan 10% untuk wilayah Inggris, termasuk Irlandia Utara. Dampaknya, Irlandia Utara mungkin mendapat keuntungan ekonomi, terutama untuk produk seperti wiski dan susu. Namun, kebijakan ini juga bisa memicu ketegangan politik jika Uni Eropa membalas dengan tarif serupa terhadap produk Amerika.
Ketimpangan Biaya Produksi
Di bawah Perjanjian Windsor, tarif Uni Eropa tetap berlaku di Irlandia Utara. Akibatnya, biaya produksi bisa berbeda antara Irlandia Utara dan Inggris lainnya.
Stephen Kelly dari Manufacturing NI menyoroti masalah ini. Menurutnya, perusahaan di Belfast bisa membayar lebih mahal untuk bahan dari AS dibandingkan perusahaan di Bolton. Jika Inggris tidak menyesuaikan kebijakan, Irlandia Utara akan dirugikan.
Kekhawatiran Politik dari Irlandia dan Uni Eropa
Mairead McGuinness, mantan komisaris Uni Eropa dari Irlandia, mempertanyakan pertimbangan AS dalam menetapkan kebijakan ini. Ia menyebut AS sebagai sahabat Irlandia yang seharusnya menjaga stabilitas kawasan. Ia menambahkan, “Tarif 10% tidak baik untuk Irlandia Utara. Tarif 20% juga buruk bagi kami. Kebijakan seperti ini bisa menambah perpecahan.”
Amerika Serikat memainkan peran penting dalam Perjanjian Damai Jumat Agung 1998. Presiden Joe Biden bahkan mengunjungi Belfast pada 2023 untuk memperingati ulang tahun ke-25 perjanjian tersebut. Komitmen AS terhadap perdamaian di kawasan ini sebelumnya selalu dijaga oleh para pemimpin terdahulu.
Krisis Tenaga Ahli dan Dampak Bisnis
Setelah Brexit, banyak ahli bea cukai dan logistik yang diberhentikan. Kini, Irlandia Utara kekurangan tenaga ahli untuk menghadapi kebijakan perdagangan yang kompleks.
“Dulu saat Brexit, kami punya banyak staf yang paham kode dan proses bea cukai. Sekarang mereka sudah tidak ada,” ujar Kelly. Ia juga menyebutkan, tarif tambahan pada baja dan aluminium memperumit sektor industri. Ini berdampak pada produksi komponen pesawat dan turbin angin di Irlandia Utara.
Investasi Menurun di Republik Irlandia
Industri farmasi di Republik Irlandia sedikit lega karena tak terdampak langsung. Namun, ketidakpastian tarif membuat investor ragu. Michael Lohan, CEO Industrial Development Agency, mencatat penurunan belanja infrastruktur antara 30% hingga 50% di kuartal pertama 2025.
Pemerintah Inggris menanggapi situasi ini dengan menyatakan bahwa mereka akan selalu membela kepentingan seluruh pelaku usaha, termasuk di Irlandia Utara. Wilayah tersebut tetap bagian dari pasar internal dan sistem pabean Inggris.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : theguardian.com