Kebijakan tarif impor Trump yang diumumkan baru-baru ini berdampak langsung pada harga minuman beralkohol di Amerika Serikat. Para konsumen harus membayar lebih mahal untuk menikmati koktail, sampanye, dan bir asing. Sejumlah merek luar negeri bahkan diperkirakan akan menghilang dari bar dan restoran. Selain itu, industri perhotelan dan distribusi yang bergantung pada produk impor terancam kehilangan banyak pekerjaan.
Minuman populer seperti Negroni, yang menggunakan Campari dari Italia, serta bir hitam Guinness buatan Diageo, menjadi contoh produk yang terkena dampaknya. Pemerintah AS menetapkan tarif 25% untuk bir dan bir kalengan impor, termasuk Corona dari Meksiko dan Heineken dari Belanda.
Analis dari Jefferies, Edward Mundy, menyebut bahwa ancaman lebih besar datang dari kemungkinan tarif 200% untuk minuman keras asal Eropa. Walaupun tarif untuk tequila dari Meksiko dan wiski dari Kanada belum diterapkan, kekhawatiran di pasar tetap tinggi.
Reaksi Produsen dan Risiko Ekonomi Global
Saham perusahaan besar seperti Diageo dan Campari sempat naik karena beberapa produknya belum terkena tarif. Namun, organisasi perdagangan seperti spiritsEurope menyatakan bahwa tarif saat ini saja sudah merugikan industri secara signifikan. Ekspor minuman beralkohol dari Eropa ke AS mencapai EUR 2,9 miliar atau sekitar USD 3,18 miliar pada tahun 2024, dengan ribuan pekerjaan bergantung padanya.
Di wilayah Cognac, Prancis, para produsen memperkirakan penurunan penjualan hingga 20%, disertai ancaman PHK massal. Asosiasi Anggur Spanyol juga menegaskan bahwa tidak ada pasar yang mampu menggantikan AS. Micaela Pallini, Presiden Asosiasi Perdagangan Italia, menyebut bahwa banyak merek luar negeri akan hilang dari pasaran AS karena tidak bisa digantikan oleh produksi lokal.
Beberapa perusahaan seperti Suntory dari Jepang memilih fokus menjual produk mereka di pasar dalam negeri dan kawasan sekitar. Strategi ini dinilai lebih aman ketimbang menghadapi tarif tinggi di AS.
Harga Miras Naik, Produksi Lokal Jadi Alternatif
Analis UBS memperkirakan produsen besar akan menaikkan harga 2% hingga 5% untuk menutupi biaya tambahan akibat tarif. Jika tidak, mereka harus menanggung kerugian langsung. Di Eropa, produsen anggur mencoba bekerja sama dengan importir AS agar lonjakan harga bisa ditekan, namun konsumen AS tetap akan terkena dampaknya.
Aliansi Perdagangan Anggur AS bahkan menyebut tarif ini lebih merugikan bisnis lokal dibanding asing. Sementara itu, Ketua Bordeaux Wine Lobby, Allan Sichel, menyatakan bahwa pengiriman anggur massal tidak cukup untuk menyiasati beban tarif.
Analis dari Bernstein, Trevor Stirling, menyarankan agar produsen besar seperti Heineken dan Campari mempertimbangkan untuk memindahkan produksi atau proses pembotolan ke Amerika Serikat agar bisa bertahan.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : cnbcindonesia.com