Harga minyak Amerika Serikat (AS) kembali melemah hingga menyentuh level terendah dalam tiga tahun terakhir. Kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi global akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump menjadi pemicu utama penurunan tajam ini.
Pada Minggu malam waktu AS (Senin pagi waktu Jakarta), harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari 3%, menetap di USD 59,74 per barel. Angka ini menandai posisi terendah sejak April 2021, setelah sebelumnya mengalami penurunan 6% selama pekan lalu.
Kondisi ini mencerminkan ketidakpastian ekonomi global. Kenaikan tarif dinilai dapat membebani biaya operasional bisnis, menghambat aktivitas ekonomi, dan pada akhirnya menekan permintaan energi, termasuk minyak.
Menurut laporan JPMorgan, penerapan tarif yang mulai berlaku minggu ini kemungkinan besar akan menyeret ekonomi AS, bahkan dunia, menuju jurang resesi pada tahun 2025. Bank investasi tersebut bahkan meningkatkan peluang resesi dari 40% menjadi 60%.
Harga Minyak AS Tergelincir Dua Hari Berturut-turut
Sebelumnya, pada Jumat (4/4/2025), harga minyak WTI juga jatuh lebih dari 6% menjadi USD 62,72 per barel. Bahkan sempat menyentuh di bawah USD 61 sebelum akhirnya naik tipis. Penurunan ini melanjutkan tren negatif hari sebelumnya yang mencatatkan koreksi hingga 6,6%.
Para analis menilai pasar energi kini dihantam dari dua arah: melemahnya permintaan dan meningkatnya pasokan. Hal ini memperparah tekanan pada harga minyak yang memang sudah rentan terhadap sentimen negatif global.
Analis komoditas JPMorgan, Natasha Kaneva, menyebutkan bahwa meskipun arah ekonomi masih belum pasti, lintasan harga minyak saat ini menunjukkan penurunan yang konsisten.
Produksi OPEC+ Naik, Pasar Tertekan
Di sisi lain, kabar mengejutkan datang dari OPEC+. Delapan negara anggota aliansi tersebut sepakat untuk meningkatkan produksi harian minyak mentah sebesar 411.000 barel per hari. Jumlah ini melebihi ekspektasi pasar dan turut memberi tekanan tambahan terhadap harga.
Helima Croft dari RBC Capital Markets menjelaskan bahwa peningkatan produksi ini dipicu oleh ketidaksepakatan internal. Beberapa negara ingin menunjukkan bahwa mereka tidak bergantung pada harga minyak tinggi seperti USD 90, dan bersedia menghadapi harga rendah demi kepentingan jangka pendek.
Kondisi pasar minyak saat ini mencerminkan ketegangan antara kepentingan geopolitik dan dinamika ekonomi global. Dengan prospek pertumbuhan yang suram dan pasokan yang terus meningkat, harga minyak AS diperkirakan akan tetap berada dalam tekanan dalam waktu dekat.
Baca artikel seru lainnya di sini!
Sumber : liputan6.com