Kebijakan tarif impor AS mulai berdampak pada perusahaan global. Salah satunya adalah Tata Consultancy Services (TCS), raksasa teknologi asal India. CEO TCS, K Krithivasan, menyebut sektor ritel, otomotif, dan perjalanan menjadi yang paling rentan.
Presiden AS Donald Trump menangguhkan penerapan tarif resiprokal terhadap banyak negara. Penangguhan ini berlaku selama 90 hari. Namun, China tetap dikenai tarif sebesar 145%.
Beberapa produk impor China seperti chip, komputer, dan smartphone dikecualikan. Meski begitu, barang-barang tersebut tetap akan dikenai tarif. Skema penghitungan tarifnya belum diumumkan secara rinci.
Ketidakpastian ini membuat banyak perusahaan berpikir untuk menekan biaya. “Sektor perhotelan, otomotif, dan perjalanan akan lebih fokus pada efisiensi jika kondisi ini berlarut,” ujar Krithivasan seperti dikutip Reuters, Senin (14/4/2025).
Amerika Utara merupakan pasar penting bagi TCS. Wilayah ini menyumbang sekitar setengah dari total pendapatan perusahaan. Banyak klien TCS berasal dari sektor ritel dan manufaktur.
Namun, TCS melaporkan hasil kuartal keempat yang meleset dari perkiraan. Mereka juga mencatat bahwa banyak klien menunda proyek-proyek yang sifatnya tidak mendesak.
Meski begitu, TCS tetap optimis. Krithivasan yakin tahun fiskal 2026 akan lebih baik. Banyak klien masih perlu mengganti perangkat lunak dan sistem lama dalam waktu dekat.
Selain itu, konsolidasi vendor TI oleh klien juga menjadi peluang. TCS mendapat manfaat dari tren ini. “Saat klien ingin menghemat, mereka cenderung mengurangi jumlah penyedia layanan. Ini memberi peluang bagi TCS untuk memperluas pangsa pasar,” jelasnya.
Saat ini, sektor ritel dan manufaktur adalah kontributor pendapatan terbesar kedua dan keempat bagi TCS. Sementara sektor perbankan tetap menjadi sumber utama pemasukan.
Baca juga artikel menarik lainnya seputar bisnis dan strategi digital di sini:
roledu.com
Sumber : CNBCIndonesia