Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China melahirkan fenomena baru yaitu solidaritas konsumen AS terhadap para pedagang ritel China. Melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram, para pedagang China membanjiri pasar dengan promosi produk mewah harga miring, seperti tas dan legging yang menyerupai merek Lululemon, Hermes, dan Birkenstock.
Pedagang asal China mengklaim produk mereka berasal dari pabrik yang sama dengan merek-merek ternama tersebut, meski tanpa logo resmi. Hal ini menarik perhatian influencer AS, yang kemudian ikut mempromosikan produk-produk itu, menyebabkan lonjakan unduhan aplikasi e-commerce China seperti DHGate dan Taobao di AS.
Viral di Media Sosial dan Boikot Tarif
Fenomena ini muncul sebagai bentuk protes atas kenaikan tarif 145% yang diberlakukan Presiden Donald Trump terhadap barang-barang impor dari China. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 125% untuk barang impor dari AS.
Sebagian warga AS menganggap langkah Trump sebagai kebijakan yang merugikan mereka sendiri. Video pedagang China yang menampilkan produk-produk pabrik langsung menjadi viral, mengumpulkan jutaan tayangan di TikTok dan Instagram. Tagar seperti #ChineseFactory meraih puluhan ribu unggahan, memperlihatkan antusiasme warga AS membeli langsung dari produsen China sebelum tarif baru berlaku pada 2 Mei 2025.
Menurut Margot Hardy dari Graphika, jumlah video yang mendorong pembelian langsung dari pabrik China meningkat 250% sepanjang pekan hingga 13 April 2025.
Konsumen AS Beralih Jadi Afiliasi E-Commerce China
Solidaritas ini tidak berhenti di pembelian produk. Banyak warga AS, seperti Elizabeth Henzie dari North Carolina, bahkan menjadi mitra afiliasi e-commerce China. Ia membagikan daftar pabrik melalui profil TikTok-nya, mengarahkan pembelian yang menghasilkan komisi.
Henzie mengatakan solidaritas global yang mendukung konsumen AS ini meningkatkan moralnya di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Kontroversi dan Tanggapan Brand Mewah
Meski video-video viral itu menarik perhatian luas, para ahli ritel mengingatkan bahwa produk yang dijual kemungkinan besar bukan barang asli. Sucharita Kodali dari Forrester menegaskan bahwa produsen merek mewah memiliki perjanjian kerahasiaan yang ketat dan tidak mungkin berisiko kehilangan kerja sama jangka panjang.
Brand besar seperti Hermes, Birkenstock, dan Lululemon juga telah mengambil langkah untuk menghapus konten-konten yang melanggar di TikTok dan Instagram. Mereka membantah keterlibatan dengan pabrik-pabrik yang muncul di video viral dan mengimbau konsumen untuk berhati-hati terhadap produk tiruan.
TikTok sendiri mengonfirmasi telah menghapus sejumlah video yang melanggar kebijakan promosi barang palsu, meski banyak konten serupa terus bermunculan.
Strategi Bertahan Pedagang China
Banyak pedagang China mulai menggunakan media sosial sejak penjualan mereka anjlok akibat ketidakpastian tarif. Yu Qiule dari Shandong, misalnya, mulai memasarkan langsung ke konsumen AS sejak Maret 2025. Louis Lv dari Zhejiang juga menyatakan bahwa bisnis China berprinsip fleksibel: akan mengejar pasar ke mana pun peluang mengarah.
Fenomena ini tidak hanya memperlihatkan solidaritas konsumen AS terhadap produsen China, tetapi juga menegaskan ketergantungan AS pada barang-barang buatan China di tengah krisis perdagangan.
Baca artikel menarik lainnya di sini: roledu.com
Sumber : cnbcindonesia.com