Tingkat literasi dan inklusi asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan. Hal ini terungkap dalam Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis oleh OJK.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menyampaikan peningkatan tersebut dalam konferensi pers di Jakarta. Ia menjelaskan bahwa indeks literasi perasuransian kini mencapai 45,45%, naik dari 36,9% di tahun sebelumnya. Sementara itu, indeks inklusi perasuransian juga melonjak dari 12,12% menjadi 28,50%.
“Peningkatannya sangat luar biasa. Baik literasi maupun inklusi menunjukkan pertumbuhan yang positif,” ujar Friderica, yang akrab disapa Kiki.
Menurutnya, salah satu faktor yang mendorong peningkatan adalah fitur asuransi di platform belanja online. Banyak masyarakat yang baru mengenal asuransi karena sering ditawarkan saat bertransaksi secara digital.
“Ketika belanja di marketplace, mereka ditanya ingin pakai asuransi atau tidak. Dari situ, mereka mulai mengenal asuransi,” jelasnya.
Dalam pengukuran indeks literasi, OJK menggunakan lima aspek: pengetahuan, keterampilan, sikap, keyakinan, dan perilaku. Dari kelima aspek tersebut, peningkatan paling besar terjadi pada aspek pengetahuan.
Kiki menambahkan, OJK mengadopsi metode pengukuran yang lebih ketat dibanding standar OECD. Jika OECD hanya menggunakan tiga aspek, OJK menambahkan dua aspek lain. Ia menyebutkan bahwa bila hanya mengacu pada standar OECD, indeks literasi bisa saja terlihat lebih tinggi.
OJK juga aktif mendorong literasi keuangan melalui program nasional bernama GENCARKAN (Gerakan Nasional Cerdas Keuangan). Di sisi lain, kewajiban edukasi dan literasi telah diatur dalam UU P2SK.
“Kami tetap mengorkestrasikan program ini agar tidak hanya daerah-daerah tertentu yang mendapatkan akses edukasi. Masih banyak wilayah yang belum pernah menerima program literasi,” tutupnya.
Baca juga artikel lainnya seputar tren ekonomi dan bisnis digital di sini: roledu.com
Sumber : bisnis.com