Pelaku Industri Mebel Desak Penundaan Aturan Karantina Ekspor yang Dinilai Hambat Daya Saing

aturan karantina ekspor
Sumber Foto : Freepik

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyuarakan keberatan terhadap aturan karantina ekspor terbaru yang dikeluarkan oleh Badan Karantina Indonesia. Kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Badan Karantina Indonesia No 5/2025 ini mulai diberlakukan sejak akhir Februari 2025, dan dinilai berpotensi memperlambat arus ekspor produk mebel dan kerajinan nasional.

Ketua Himki, Abdul Sobur, menjelaskan bahwa peraturan tersebut menambah panjang dokumen pemeriksaan karantina untuk sejumlah komoditas, termasuk produk kayu. Hal ini menyebabkan biaya tambahan, prosedur yang rumit, serta risiko keterlambatan pengiriman yang bisa merugikan pelaku usaha, terutama UMKM. “Ini justru bertolak belakang dengan program pemerintah yang mendorong percepatan ekspor industri kreatif,” ujarnya dalam pernyataan resmi pada Selasa (29/4/2025).

Mayoritas pelaku di sektor mebel dan kerajinan adalah UMKM yang menggunakan bahan alami dan telah melalui proses manufaktur. Menurut Sobur, produk-produk ini seharusnya tidak disamakan dengan komoditas mentah yang memiliki risiko tinggi terhadap karantina. Kewajiban sertifikasi fisik terhadap barang jadi dinilai tidak relevan dan hanya akan menambah beban biaya produksi serta memperlambat logistik ekspor.

Risiko Penurunan Daya Saing Global

Sobur juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi kehilangan kontrak dagang internasional akibat ketidakpastian dalam prosedur dan lead time ekspor. “Jika regulasi ini terus diterapkan tanpa penyesuaian, bukan tidak mungkin buyer asing beralih ke negara pesaing seperti Vietnam, Malaysia, atau Filipina yang lebih progresif dalam penyederhanaan ekspor,” tegasnya.

Lebih lanjut, Himki menilai penerapan aturan ini belum mempertimbangkan karakteristik industri mebel dan kerajinan. Menyamakan produk jadi dengan bahan mentah dianggap tidak adil dan bisa menurunkan kontribusi sektor ini terhadap ekspor ekonomi kreatif nasional. Oleh sebab itu, Himki mendesak agar implementasi peraturan ini ditunda hingga dilakukan revisi dan dialog dengan pelaku industri.

Mereka juga mengusulkan agar produk jadi dikecualikan dari kewajiban pemeriksaan karantina fisik, serta mendorong penyusunan regulasi yang mendukung kemudahan ekspor. Koordinasi lintas kementerian juga diperlukan agar kebijakan perdagangan tidak saling bertentangan. “Keberhasilan ekspor tidak cukup hanya mengandalkan promosi dan pameran, tapi harus didukung regulasi yang konsisten dan berpihak pada pelaku industri,” pungkas Sobur.


Baca artikel lainnya tentang tren ekonomi dan digital marketing di sini: roledu.com

Sumber : bisnis.com

Share it :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *