PMI Manufaktur Anjlok, Pemerintah Siapkan Deregulasi untuk Ringankan Beban Industri

PMI Manufaktur Anjlok
Sumber Foto : Freepik

Indeks manufaktur Indonesia kembali mengalami penurunan signifikan. Menurut data S&P Global per Jumat (2/5/2025), Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di angka 46,7, turun tajam dari bulan sebelumnya yang tercatat 52,4. Posisi ini menunjukkan adanya kontraksi karena berada di bawah ambang batas 50.

PMI manufaktur anjlok ini disebut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai akibat dari memanasnya perang dagang global, khususnya antara Amerika Serikat dan China. Ia menilai situasi perdagangan internasional tengah menyusut dan turut memengaruhi aktivitas industri dalam negeri.

“Penurunan PMI ini disebabkan perang dagang. Perdagangan global menyempit, pertumbuhan ekonomi Amerika negatif, sehingga optimisme pelaku usaha ikut terganggu,” ujar Airlangga.

Laporan terbaru Macro Poverty Outlook dari Bank Dunia memperkuat kekhawatiran tersebut. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan PDB sektor industri Indonesia akan melambat menjadi 3,8% tahun ini, dari 5,2% di tahun sebelumnya. Penurunan ini dikaitkan langsung dengan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang memperburuk perdagangan global.

Pemerintah Siapkan Deregulasi dan Perluas Akses Ekspor

Menghadapi tantangan ini, pemerintah mendorong langkah deregulasi untuk meringankan beban industri. Airlangga menyebut telah dibentuk satuan tugas deregulasi yang akan menyiapkan sejumlah paket kebijakan. Tujuannya adalah menekan biaya produksi dan memperkuat daya saing sektor manufaktur.

“Ke depan kami akan turunkan biaya tinggi di sektor industri, utamanya melalui deregulasi,” lanjutnya.

Indonesia juga terus mempercepat penyelesaian perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini diharapkan membuka pasar baru dan menurunkan hambatan tarif ekspor ke Eropa.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah terus mengevaluasi hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif. Ia menyebut bahwa walaupun tarif Indonesia relatif rendah, proses administratif seperti bea cukai, perpajakan, hingga karantina masih menjadi kendala yang harus dibenahi.

“Kami terus tinjau area yang bisa diperbaiki, baik dari sisi tarif maupun prosedur non-tarif yang kerap menghambat perdagangan,” ujar Sri Mulyani.

Langkah perbaikan ini juga mencakup evaluasi perizinan impor, sistem Online Single Submission (OSS), serta regulasi terkait Angka Pengenal Impor (API) dan kepabeanan.

Meskipun tantangan global cukup besar, pemerintah tetap optimistis bahwa industri Indonesia dapat bangkit kembali. Dengan kombinasi kebijakan deregulasi dan perluasan pasar ekspor, diharapkan sektor manufaktur bisa lebih kompetitif dan tahan terhadap gejolak eksternal.


Baca juga artikel menarik lainnya seputar bisnis dan teknologi digital: roledu.com

Sumber : bisnis.com

Share it :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *