Aktivitas manufaktur di sebagian besar negara Asia menunjukkan kontraksi signifikan pada April 2025. Penurunan ini terjadi karena melemahnya permintaan global serta dampak dari tarif dasar 10% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap hampir semua negara mitra dagang.
Laporan dari S&P Global, dikutip Bloomberg pada Jumat (2/5/2025), mencatat penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) di sejumlah negara seperti Taiwan dan Korea Selatan. Tekanan ini muncul akibat ketidakpastian perdagangan global yang menyebabkan perusahaan menahan produksi serta mengalami penurunan dalam pesanan baru.
Di Taiwan, PMI manufaktur turun menjadi 47,8. Ini merupakan level terendah dalam 16 bulan terakhir dan menunjukkan sektor tersebut masih berada dalam zona kontraksi. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu tahun, bisnis baru mengalami penurunan. Hal ini memicu pengurangan aktivitas produksi dan pembelian bahan baku.
Sementara itu, Korea Selatan mencatat PMI sebesar 47,5, terendah sejak September 2022. Banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja akibat produksi yang terus menyusut. Prospek bisnis di negara tersebut juga semakin negatif menjelang paruh kedua 2025.
Dampak Tarif AS Meluas ke Asia Tenggara
Di kawasan Asia Tenggara, penurunan aktivitas manufaktur juga tercatat di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Ketiganya mengalami penyusutan produksi yang signifikan selama April. Namun, Filipina menjadi pengecualian. Negara tersebut mencatat kenaikan PMI ke 53 dari 49,4 bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh optimisme menjelang pemilu daerah.
Dampak tarif perdagangan yang diberlakukan Presiden Trump juga semakin terasa. Tarif impor yang dikenakan termasuk bea masuk 145% untuk berbagai produk asal China, serta tarif 25% untuk sebagian besar barang dari Kanada dan Meksiko. Selain itu, sektor baja dan aluminium turut dikenakan tarif tinggi. Langkah ini menjadi yang paling tajam dalam lebih dari satu abad terakhir.
Meski sebagian negara mendapat penangguhan tarif selama 90 hari, tekanan ekonomi tetap tinggi. Negosiasi internasional pun terus berlangsung karena negara-negara berusaha menghindari lonjakan biaya perdagangan.
Negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja disebut sebagai pihak yang paling rentan. Keduanya sangat bergantung pada ekspor ke AS. Sejak pandemi dan perang dagang periode pertama Trump, kawasan ini memperluas pengiriman ke Amerika Serikat. Kini, banyak perusahaan mulai mendiversifikasi rantai pasokan guna mengurangi ketergantungan terhadap China serta meminimalkan risiko tarif yang semakin tidak menentu.
Baca artikel lainnya tentang tren ekonomi dan digital marketing di sini: roledu.com
Sumber : bisnis.com