Dampak Serangan Siber: Co-op dan M&S Terpukul, Konsumen Alami Kekurangan Stok

Co-op dan M&S
Sumber Foto : Freepik

Serangan siber yang terjadi baru-baru ini berdampak serius terhadap dua raksasa ritel Inggris, Co-op dan Marks & Spencer (M&S). Keduanya mengalami gangguan operasional hingga berujung pada kelangkaan stok serta penyalahgunaan data pribadi pelanggan.

Co-op mengonfirmasi bahwa ketersediaan barang di toko-tokonya kemungkinan baru akan normal pada akhir pekan ini. Selama dua minggu terakhir, perusahaan ini masih berjuang memulihkan sistem pemesanan stok yang sempat ditutup untuk mencegah dampak lebih luas dari serangan siber tersebut.

“Setelah serangan siber oleh pihak ketiga yang bersifat jahat, kami mengambil tindakan cepat dengan membatasi akses ke sistem kami untuk melindungi operasional Co-op,” jelas juru bicara perusahaan. Ia menambahkan bahwa saat ini pihaknya sedang dalam fase pemulihan dan mengaktifkan kembali sistem secara bertahap dan aman.

Gangguan Logistik dan Dampak ke Konsumen

Sebagai dampak langsung, banyak toko Co-op, khususnya di wilayah pedesaan Skotlandia, mengalami kekosongan rak barang kebutuhan pokok. Hal ini menjadi perhatian karena di banyak daerah terpencil, toko Co-op adalah satu-satunya pilihan utama warga untuk mendapatkan bahan makanan. Perusahaan mengatakan bahwa mereka telah mengutamakan pengiriman ke toko-toko di lokasi tersebut dengan sistem darurat agar pasokan tetap tersedia.

Meski menghadapi gangguan, Co-op menyatakan bahwa seluruh metode pembayaran—baik nirsentuh (contactless) maupun chip & pin—masih dapat digunakan di seluruh gerai. Mereka juga telah mulai meningkatkan distribusi produk segar, dingin, beku, hingga bahan makanan kering ke toko-toko.

Kebocoran Data Pelanggan dan Potensi Denda

Sementara itu, M&S juga menjadi korban serangan siber serupa. Perusahaan ini bahkan harus menutup sementara situs web mereka dan mengalami kekurangan stok di sejumlah toko fisik. Dalam pernyataan terbarunya, M&S mengungkap bahwa data pribadi milik ribuan pelanggan telah diakses oleh peretas. Data tersebut mencakup nama, alamat, tanggal lahir, serta riwayat pesanan. Meski begitu, perusahaan menegaskan bahwa informasi sensitif seperti kata sandi atau data pembayaran tidak ikut terdampak.

Tidak hanya merugi secara operasional, kedua perusahaan juga terancam menghadapi denda besar akibat kebocoran data pelanggan. Penyalahgunaan data pribadi ini menimbulkan risiko serius terhadap kepercayaan publik. Sebuah laporan dari Financial Times bahkan menyebutkan bahwa M&S kemungkinan akan mengajukan klaim hingga £100 juta ke pihak asuransi siber mereka—jumlah yang jauh lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa serangan siber tidak hanya berdampak pada sistem internal perusahaan, tetapi juga secara langsung memengaruhi konsumen, terutama terkait penyalahgunaan data pribadi.


Baca juga artikel lainnya seputar tren digital, strategi bisnis UKM, dan keamanan data konsumen di sini: roledu.com/artikel

Sumber : theguardian.com

Share it :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *