Setelah beberapa bulan dipenuhi data yang saling bertentangan, dampak kenaikan pajak tenaga kerja di Inggris akhirnya mulai terlihat jelas. Data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap lonjakan iuran asuransi nasional (NICs) yang ditanggung pemberi kerja ternyata bukan tanpa alasan.
Tingkat pengangguran meningkat sebesar 0,2 poin menjadi 4,5% pada periode Januari hingga Maret. Ini merupakan angka tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir. Selain itu, jumlah lowongan pekerjaan juga menurun, menandakan keengganan perusahaan untuk merekrut karyawan baru.
Gaji Melambat, Lowongan Turun
Di tengah kekhawatiran tersebut, terdapat sedikit kabar positif: pertumbuhan gaji mulai melambat. Rata-rata upah mingguan tanpa bonus naik sebesar 5,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,9% pada periode sebelumnya dan di bawah prediksi para ekonom sebesar 5,7%.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mulai menahan laju kenaikan gaji di atas inflasi. Meski demikian, perlambatan ini belum cukup untuk mengatasi kombinasi dari beban pajak dan tekanan biaya lainnya.
Opsi Penyesuaian: Harga Naik atau Laba Turun?
Perusahaan sebenarnya memiliki beberapa cara untuk beradaptasi terhadap peningkatan NICs dan kenaikan upah minimum nasional. Mereka bisa memilih untuk memangkas keuntungan, menaikkan harga, atau keduanya.
Bank of England menyatakan bahwa mereka memperkirakan sektor swasta akan mengalami penurunan laba dan berbagi beban tersebut dengan para pemegang saham. Namun, pernyataan ini tidak didukung data konkret, karena hingga kini belum ada laporan terbaru dari Kantor Statistik Nasional (ONS) mengenai profitabilitas perusahaan sejak musim panas lalu.
Konsumen dan Harga: Siapa yang Menanggung?
Sementara itu, kekhawatiran juga muncul bahwa perusahaan yang sebelumnya memanfaatkan kekuatan monopoli harga saat pandemi, akan kembali mencoba menaikkan harga secara signifikan. Data inflasi bulan April yang akan dirilis minggu depan akan menjadi indikator awal apakah strategi tersebut kembali digunakan.
Jika nantinya perusahaan menyesuaikan diri dengan menurunkan laba dan menaikkan harga secara moderat, maka bisa dikatakan semua pihak—pekerja, pemberi kerja, hingga konsumen—ikut menanggung dampaknya dari pajak tenaga kerja yang lebih tinggi.
Sektor yang Paling Terpukul dan Tantangan Pemerintah
Namun, tekanan terbesar justru dirasakan oleh sektor yang paling terlihat dalam kehidupan sehari-hari: ritel, perhotelan, dan organisasi nirlaba. Sektor-sektor ini mengalami kesulitan berat akibat kenaikan beban kerja dan pajak, yang akhirnya berdampak langsung pada masyarakat luas.
Kondisi ini diperparah oleh meningkatnya jumlah pencari kerja yang tidak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia. Akibatnya, banyak orang yang ingin masuk ke pasar tenaga kerja terpaksa menunggu lebih lama.
Investasi dalam Keterampilan: Solusi Jangka Panjang yang Masih Terbatas
Masalah utama sebenarnya bukan hanya soal pajak tenaga kerja, melainkan juga ketimpangan antara kebutuhan dunia usaha dan kemampuan tenaga kerja. Investasi pada pelatihan keterampilan menjadi kunci utama, namun sayangnya masih belum menjadi prioritas utama pemerintah.
Menteri Keuangan Rachel Reeves memang menuding ketidakpastian global, termasuk pengaruh politik Donald Trump, sebagai penyebab turunnya investasi. Namun, ia tetap harus bertanggung jawab atas minimnya langkah konkret untuk mengatasi tantangan struktural ini.
Di sisi lain, komitmennya untuk menjaga aturan fiskal secara ketat membuat anggaran negara semakin sempit. Jika kebijakan pajak harus kembali diperketat demi menyeimbangkan anggaran, kekhawatiran dunia usaha bisa semakin membesar.
Jika kondisi ini terus berlangsung, kombinasi antara ketidakpastian global dan beban pajak domestik berpotensi menunda pemulihan pasar kerja dalam waktu dekat.
Baca artikel lainnya yang relevan di sini:
roledu.com/artikel – Temukan insight terbaru seputar kebijakan ekonomi, pasar tenaga kerja, dan strategi bisnis berkelanjutan!
Sumber : theguardian.com