Fenomena Unik Ritel di Tengah Lesunya Daya Beli: Ada yang Tutup, Ada yang Justru Ramai

ritel Indonesia
Sumber Foto : Freepik

Lesunya daya beli masyarakat Indonesia berdampak signifikan terhadap sektor ritel. Tak sedikit peritel yang terpaksa menghentikan operasional karena tidak sanggup lagi menanggung beban bisnis. Salah satu yang akan menutup seluruh gerainya adalah GS Supermarket, ritel asal Korea Selatan, yang secara resmi mengumumkan penutupan gerai pada 30 Mei 2025.

Namun menariknya, di tengah kondisi yang menekan ini, sejumlah peritel, terutama dari sektor fesyen, masih mampu menarik pengunjung dan terlihat cukup ramai. Hal ini mencerminkan adanya dinamika yang unik dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Ritel yang Bertahan: Ciri Khas dan Strategi yang Berbeda

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengakui bahwa kondisi ritel saat ini memang mengkhawatirkan. Namun ia juga menekankan bahwa tidak semua ritel mengalami nasib buruk. Menurutnya, beberapa peritel masih bisa bertahan karena memiliki keunikan yang membuat konsumen tetap tertarik untuk datang.

“Banyak ritel memang terdampak daya beli yang melemah, tetapi ada juga yang tetap ramai. Ini menunjukkan bahwa selain faktor ekonomi, ada perubahan gaya hidup masyarakat yang berpengaruh besar,” ujar Budihardjo kepada CNBC Indonesia.

Ia mencontohkan, gerai yang menampilkan nuansa khas, seperti Korea atau Jepang, memiliki daya tarik tersendiri. Keunikan tersebut menjadi pembeda yang dicari konsumen. “Kalau ingin bertahan, ritel harus tampil beda—dengan kata lain, out of the box,” tambahnya.

Tren FOMO dan Adaptasi Peritel

Faktor lain yang turut menyelamatkan beberapa pelaku ritel adalah kemampuan membaca situasi dan memanfaatkan tren. Budihardjo menjelaskan bahwa peritel yang cermat melihat peluang, seperti saat masyarakat sedang terjangkit FOMO (Fear of Missing Out), bisa tetap bertahan karena mampu menyediakan produk yang sedang viral atau relevan dengan momen.

“Kalau masyarakat lagi FOMO, dan ritelnya bisa mengisi kebutuhan tren itu, maka otomatis tokonya tetap ramai,” jelasnya.

Sebaliknya, bagi peritel yang tidak bisa beradaptasi dengan perubahan gaya hidup konsumen, salah satu cara untuk mempertahankan bisnis adalah melalui pengalihan aset atau kepemilikan. “Daripada bangkrut total, kadang lebih baik dijual ke pihak lain. Jadi lokasinya tetap dimanfaatkan, hanya berganti nama,” lanjutnya.

GS Supermarket Tutup Gerai: Tanda Daya Beli Masih Lemah

GS Supermarket menjadi salah satu contoh nyata dampak dari lesunya daya beli. Melalui akun Instagram resminya, @gssupermarketid, perusahaan mengimbau pelanggan setia untuk segera menggunakan poin membership sebelum 31 Mei 2025 karena masa berlakunya akan habis.

“Panggilan untuk para member! Gunakan poinmu saat belanja di GS The Fresh sebelum 31 Mei 2025, karena setelah itu akan hangus,” demikian unggahan mereka pada 16 April 2025.

Dengan tutupnya GS Supermarket, daftar peritel besar yang angkat kaki dari Indonesia bertambah panjang. Sebelumnya, Lulu Hypermarket, ritel asal Timur Tengah, juga telah menutup beberapa gerainya.


Baca artikel menarik lainnya seputar tren bisnis dan digital marketing di sini: roledu.com/artikel

Sumber : cnbcindonesia.com

Share it :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *