Harga pangan segar menjadi pendorong utama kenaikan harga barang konsumsi. Konsumen yang rutin mengonsumsi daging merah mungkin merasakan harga steak mereka semakin mahal. Helen Dickinson, CEO British Retail Consortium (BRC), menjelaskan bahwa kenaikan ini mengikuti lonjakan harga grosir daging sapi.
Di sisi lain, harga barang non-makanan turun 1,5% dibandingkan Mei tahun lalu. Namun, BRC mengingatkan laju deflasi mulai melambat di sektor fesyen dan furnitur. Hal ini terjadi karena pengecer mulai mengurangi promosi besar-besaran.
BRC juga menyatakan bahwa pasar deflasi mendapat tekanan baru. Pengecer harus menanggung tambahan biaya £5 miliar akibat kenaikan kontribusi asuransi nasional untuk pemberi kerja dan kenaikan upah minimum nasional.
Selain itu, akhir tahun ini, pengecer akan menghadapi kenaikan biaya £2 miliar terkait pajak kemasan baru.
Akibat semua kenaikan biaya tersebut, BRC memperkirakan harga akan naik ke konsumen. Rumah tangga harus bersiap menghadapi masa sulit karena harga barang diprediksi naik lebih cepat.
Kenaikan Inflasi dan Dampaknya pada Harga Energi dan Pajak
Data harga toko ini muncul saat inflasi melambung di seluruh ekonomi. Office for National Statistics (ONS) melaporkan inflasi tahunan naik lebih dari perkiraan. Pada April, inflasi mencapai 3,5%, angka tertinggi dalam lebih dari satu tahun.
Kenaikan ini didorong oleh biaya gas, listrik, air, dan pajak daerah yang naik drastis. April pun disebut sebagai “April yang buruk”.
Namun, ada kabar baik dari regulator energi Ofgem. Mereka mengumumkan plafon tarif gas dan listrik akan turun 7% mulai Juli. Penurunan ini setara penghematan £129 per tahun untuk rumah tangga dengan paket dual-fuel. Penurunan tarif ini dan kemungkinan revisi plafon di September membuat beberapa analis optimistis inflasi tahun ini bisa terbatas.
Bank of England memproyeksikan inflasi akan mencapai puncaknya dengan rata-rata 3,5% selama musim panas.
Baca artikel lainnya tentang tren ekonomi dan inflasi terbaru di sini.
Sumber : theguardian.com
